Bali: Presidensi G20 Indonesia mencatatkan sejumlah pencapaian kesepakatan di antara para negara anggota.
Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi mengatakan keketuaan Indonesia dalam gelaran G20 tahun ini sungguh luar biasa, bahkan sudah berjalan extra mile.
“Di presidensi G20 Indonesia, kita ini berjalan extra mile. Kenapa? Di awal presidensi kita mengatakan ingin membawakan suara negara-negara berkembang dan kita ingin mempresentasikan kerjasama-kerjasama konkrit yang dilakukan oleh negara G20 untuk dunia,” kata Menlu Retno dalam dalam diskusi daring yang diadakan oleh Forum Merdeka Barat (FMB) 9, Rabu 16 November 2022.
Menlu Retno menjelaskan, kesuksesan sebuah KTT G20 dapat diukur melalui dua hal.
Pertama adalah kehadiran para pemimpin negara anggota.
Dalam presidensi Indonesia, kehadiran para leaders dari negara anggota sangat tinggi.
Padahal dalam situasi normal pun, katanya, tidak semua KTT G20 dihadiri oleh semua negara.
Ukuran kedua, tambah Menlu Retno, adalah output dari gelaran KTT G20 tersebut yang berakhir pada deklarasi, yakni nama sebuah dokumen.
“Di penghujung ini tentunya apa dong extra milenya, maka kita lakukan negosiasi terpisah untuk apa yang dinamakan “G20 Action for Strong and Inklusive Recovery” paparnya.
Terkait isinya dari dokumen ini, tambah Menlu Retno, adalah berupa daftar proyek disebut “concrete deliverables”. Dokumen ini nantinya disajikan untuk dunia.
Dalam daftar proyek ini, terang Menlu Retno, ada yang sifatnya new projects, dukungan untuk existing projects hingga extention dari existing project.
Selain itu, ada juga yang berbentuk hibah, capacity building, research development hinhgga investasi.
“Dan ini untuk pertama kalinya dalam G20 kita berpikir mengenai concrete deliverables. Jadi bukan saja katakanlah yang biasa dua itu yang menjadi ukuran, bahkan Indonesia sudah berjalan extra mile,” ungkapnya.
Sementara itu, pada forum yang sama, Duta Besar Inggris untuk Indonesia Owen Jenkins mengapresiasi tema yang diangkat dalam presidensi G20 Indonesia tahun ini yakni “Recover Together, Recover Stronger”.
Menurutnya, ini merupakan jargon sekaligus tema yang dibutuhkan dunia saat ini.
Owen mengungkapkan tema ini telah mewakili keprihatinan seluruh negara pasca pandemi covid-19 yang menghantam negara-negara di dunia dengan banyak aspek kehidupan terdampak.
“Dan saya rasa ketika Indonesia menetapkan jargon tersebut lengkap dengan tiga isu prioritas yaitu transasi energi, transformasi digital dan penguatan infrastruktur kesehatan global, sekali lagi ini sangat tepat karena kita baru saja pulih dari pandemi,” kata Owen.
Dalam kesempatan tersebut, Owen juga menyinggung manfaat G20 bagi hubungan Indonesia dan Inggris.
Menurutnya kedua negara akan mendapatkan keuntungan yang luar biasa banyak dari Presidensi G20 ini.
“Saya rasa kedua negara bisa mendapatkan keuntungan yang luar biasa banyak dari forum G20. Dan seperti pernyataan saya sebelumnya, isu prioritas yang diusung oleh Indonesia adalah juga menjadi stimulus untuk meningkatkan perekonomian kedua negara, baik bagi Inggris maupun Indonesia,” tukasnya.
Masalah Lingkungan adalah Isu Global
Masalah lingkungan terutama soal sampah memang tidak bisa mengandalkan peran dari pemerintah saja.
Dibutuhkan kolaborasi dan komitmen yang kuat dari seluruh elemen masyarakat bahkan di belahan dunia manapun, termasuk oleh para pelestari lingkungan.
Bertepatan dengan momen KTT G20 di Bali pada 15 – 16 November 2022, para pelestari lingkungan di Bali turut menyuarakan pentingnya memasukkan masalah lingkungan dalam agenda KTT G20.
Dalam Talkshow bertema “Komitmen G20 Mengatasi Perubahan Iklim dan Masalah Lingkungan”, aktivis lingkungan asal Bali sekaligus Penerima Penghargaan CNN Heroes Made Janur Yasa mengatakan, masalah lingkungan tidak hanya terjadi di Bali, atau Indonesia.
Namun mencakup seluruh dunia.
Sebab sebagai manusia setiap hari pasti akan memproduksi sampah tanpa memandang suku, ras, agama, kasta dan negara.
“Sampah adalah masalah kita sebagai masyarakat di bumi. Mudah-mudahan dalam G20 ini ada hasil kongkrit bahwa masalah lingkungan benar-benar menjadi permasalahan yang serius untuk diagendakan dan dilakukan, bukan sekedar wacana. Dengan adanya G20 ini juga, saya berharap isu lingkungan menjadi agenda penting, terutama dalam mengubah kebiasaan masyarakat,” ujarnya.
Seperti diketahui, Made Janur adalah inisiator Program Plastic Exchange, melalui wadah ini ia membangun kepedulian warga Bali pada persoalan sampah khususnya sampah plastik.
Yasa berharap program ini akan diadopsi oleh pemerintah maupun swasta juga masyarakat luas sehingga seluruh Bali dan seluruh Indonesia dapat berkolaborasi bersama untuk mengatasi masalah lingkungan.
“Melalui Term of EduAksi yakni dengan memberikan pengetahuan dan aksi, diharapkan akan ada kebiasaan mengelola sampah sendiri, karena kebiasaan itu tidak bisa dihafal, tetapi harus dilakukan terus menerus,” imbuh Made Janur.